Jakarta, Metroheadline.net – Berawal pada tahun 2017, datang sekelompok orang yang tidak dikenal mendatangi rumah kediaman seorang warga yang terletak di Jl.Kebon Kosong Gang I No.7B RT015 RW001 Kel.Kebon Kosong, rumah kediaman ini diketahui pemiliknya adalah mantan ketua RT015 RW001 Kel.Kebon Kosong yang bernama Hendro Suryanto.
Sekelompok orang tidak dikenal ini mengaku sebagai pemilik atas tanah yang telah kuasai/diami/tempati oleh Pak Hendro sejak dia lahir pada tahun 1963 bahkan orang tua Pak Hendro sejak tahun 1958 sudah menempati/menguasai terlebih dahulu.
Dengan menunjukan sertifikat tanah SHM No.483 (penerbitan sertifikat tanggal 28-05-2003, oleh Kantor Pertanahan Jakarta Pusat) orang-orang tersebut meminta Pak Hendro untuk meninggalkan/keluar dari tanah tersebut.
Patut diduga dan patut diyakini sertifikat tersebut bisa terbit oleh karena adanya permufakatan secara melawan hukum antara pemohon sertifikat dengan oknum Pegawai Kantor Pertanahan Jakarta Pusat (sindikat mafia tanah).
Dengan menggunakan SHM tersebut mereka mengkriminalisasi Pak Hendro ke Kepolisian, hingga didakwa oleh Kejaksaan melakukan penyerobotan tanah yang telah diami/tinggali sejak lahir, dan saat ini persidangan tengah berlangsung di PN Jakarta Pusat, dalam perkara pidana ini Pak Hendro didampingi oleh Penasehat Hukum Advokat Rusda Mawardi, SH. dari Kantor Hukum RM & Partners.
Menurut Penasehat Hukum, bagaimana bisa BPN Jakarta Pusat menerbitkan sertifikat SHM No.483, sedangkan pemohon sertifikatsama sekali tidak pernah menguasai fisiknya secara nyata, dan penerbitan sertifikat tersebut tanpa dilakukan proses pengukuran fisik secara langsung,
lanjut Penasehat Hukum mengungkapkan bila dicermati dan ditelisik lebih dalam bahwa sertifikat SHM No.483 ini banyak kejanggalan-kejanggalan, dapat dikatakan SHM No.483 ini terdapat cacat hukum adninistrasi berdasarkan ketentuan PMNA/KBPN No.9 tahun 1999 dan terdapat kesalahan prosedur dalam penerbitannya berdasarkan ketentuan PMNA/KBPN No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997.
Adapun hal-hal yang mengindikasikan adanya perbuatan sindikat mafia tanah atas terbitnya sertifikat tanah SHM No.483, dijelaskan oleh Rusda sebagai berikut:
1. Orang-orang tersebut diatas yang mengaku sebagai Pemilik Tanah berdasarkan SHM No.483 sama sekali tidak pernah menguasai secara nyata fisik tanahnya.
2. Data Fisik pada SHM No.483 tidak bersesuaian dengan keadaan fisik bidang tanah sesungguhnya, baik letak/lokasi tanah, luas tanah dan batas-batas tanahnya, serta keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan yang berdiri diatas tanahnya.
3. Bidang tanah yang dimaksudkan dalam SHM No.483 (luas tanah 356 m2) yang terletak di Jl.Kalibaru Barat/Kebon Kosong Gang I No.7B (sesuai sertifikat SHM No.483) tidak memiliki PBB (Pajak Bumi Dan Bangunan) sama sekali, yang ada justru bidang tanah yang terletak di Jl. Kebon Kosong Gang I No.7B RT 015 RW 001 memiliki PBB dengan nama wajib pajak S.Hen Tugiman ayah dari Pak Hendro dengan luas tanah +/- 200 m2.
4. Bahwa berdasarkan gambar peta surat ukur SHM No.483 adalah merupakan bukti nyata/fakta sesungguhnya bahwa atas tanah yang dimohonkan tidak dilakukan proses pengukuran secara langsung dilapangan.
5. Bahwa nomor Daftar Isian 301 pada SHM No.483 (DI.301: 5806/II/03) adalah sama persis dengan nomor Daftar Isian 301 pada SHM No.484 (DI.301: 5806/II/03).
“Dugaan saya tidak mungkin sertifikat tersebut bisa terbit tanpa campur tangan oknum mafia tanah dan oknum BPN Jakarta Pusat,” beber Rusda menambahkan. Dirinya bersama Tim dari Kantor Hukum RM dan Partners bertekad untuk membongkar praktek mafia tanah di wilayah Kebon Kosong dan di Kantor Pertanahan Jakarta Pusat serta bertekad untuk memperjuangkan keadilan bagi Pak Hendro. (DBS)