Deddy Rizaldi: Bangun Citra Positif, Atasi Masalah Penempatan Pekerja Migran Indonesia

JAKARTA, METROHEADLINE.NET – Menyambut Hari Migran Internasional 2024, Deddy Rizaldi, Direktur Utama PT Musafir Kelana dan Ketua Harian Asosiasi Perpemindo, berbicara dengan tegas mengenai tantangan besar yang dihadapi sektor penempatan pekerja migran Indonesia. Dalam wawancara setelah acara peringatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) di Assembly Birawa Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (18/12), Deddy menyampaikan pandangan kritisnya tentang situasi sektor ini dan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaikinya.

Deddy menekankan pentingnya komitmen pengusaha penempatan pekerja migran untuk menjalankan bisnis secara profesional dan sesuai prosedur. “Selama ini, sektor ini banyak dihantui oleh citra buruk akibat ulah segelintir oknum – oknum Kepolisian dan oknum – oknum imigrasi yang diduga ikut bermain dgn para calo atau mafia utk membiarkan Warga Negara Indonesia bekerja ke luar Negeri secara nonprosedural. Justuru Pengusaha yang benar justru terpinggirkan,” ungkap Deddy. Ia berharap, dengan adanya upaya image building dari Menteri, sektor ini bisa memperbaiki citra negatif yang selama ini melekat.

Menurutnya, salah satu langkah penting yang harus diambil adalah membangun Pakta Integritas untuk memastikan bahwa semua pihak dalam sektor ini menjalankan operasional sesuai etika dan aturan yang berlaku. Deddy juga menggarisbawahi bahwa masalah yang dihadapi oleh sektor ini sangat kompleks, dan membutuhkan perhatian lebih dari berbagai pihak, terutama dalam hal koordinasi antar lembaga pemerintah seperti Kementerian Tenaga Kerja, KP2MI, dan Kementerian Luar Negeri.

Lebih lanjut, Deddy menyoroti kendala yang dihadapi dalam kerjasama internasional, terutama dengan negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Taiwan serta Timur Tengah, “Masih ada masalah terkait prosedur yang tidak jelas dan kontrak pekerja yang tidak diikuti pemulangannya. Hal ini sudah berlangsung puluhan tahun,” katanya. Ia juga mengingatkan perlunya perlindungan yang lebih maksimal bagi pekerja migran Indonesia, terutama oleh Kementerian yang baru terbentuk.

Sektor ini, menurut Deddy, juga menghadapi tantangan terkait kurangnya kerja sama yang baik antara Indonesia dan negara-negara tujuan pekerja migran, terutama di Eropa. Ketidakhadiran perwakilan atase tenaga kerja Indonesia di Eropa menjadi hambatan besar. “Indonesia belum memiliki atase tenaga kerja di Eropa, padahal ini penting untuk legalisasi di kedutaan dan SOP yang jelas,” jelasnya.

Deddy mengusulkan penerapan model G-to-G (government-to-government) untuk sistem penempatan pekerja migran agar lebih solid dan terintegrasi, yang akan menguntungkan semua pihak. Ia juga menyoroti peluang besar yang ada, terutama di negara-negara yang sedang mengalami krisis tenaga kerja seperti Jepang, Korea, dan negara-negara di Eropa. “Pemerintah perlu membantu mensosialisasikan peluang ini dan membangun lembaga pendidikan bahasa, bukan hanya bahasa Inggris, tetapi juga bahasa Jepang, Korea, dan bahasa Eropa lainnya,” ujarnya.

Sebagai penutup, Deddy tetap optimis bahwa sektor penempatan pekerja migran Indonesia dapat berkembang lebih baik jika ada kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. “Kami siap mendukung, asalkan ada sistem yang jelas dan pemerintah tidak menjadi pemain dan wasit sekaligus,” tegas Deddy. Ia berharap pemerintah dapat mengakomodasi aspirasi pengusaha untuk mempercepat pengentasan pengangguran di Indonesia sehingga apa yang menjadi target Presiden Prabowo Subianto pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8% di Tahun 2028 – 2029 dapat terwujud.