Jakarta, Metroheadline.net – Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) bekerja sama dengan IPB University, Center for Climate and Sustainable Finance Universitas Indonesia (CCSF UI), dan Wildlife Conservation Society (WCS) menggelar penutupan proyek TRADE Hub bertema “Harnessing Green Trade and Landscape Sustainability”, Selasa (19/3/2024), di Global Forestry Hall, CIFOR Bogor Jalan CIFOR, Situgede, Bogor.
Senior Scientist and Indonesia Country Director, Prof. Dr. Herry Purnomo menjelaskan, acara tersebut bertujuan untuk mendiseminasikan hasil-hasil penting dari penelitian TRADE Hub dan menyediakan platform bagi para pemangku kepentingan terkait untuk berbagi informasi dan pengalaman mengenai isu-isu seputar penggunaan pendekatan lanskap dalam mendukung perdagangan minyak sawit, kopi, dan satwa liar berkelanjutan di Indonesia. Dalam acara ini, juga diluncurkan Landscape Game 2, sebuah alat inovatif untuk mendukung pendekatan lanskap dan perdagangan berkelanjutan.
“Kegiatan ini dilakukan untuk memastikan bahwa perdagangan global itu bisa membawa manfaat bagi ekosistem dan masyarakat. Perdagangan global dan komoditi ini berbasis lahan yang terkait dengan pertanian dan kehutanan, seperti kelapa sawit, burung kicau, kopi dll yang apabila tidak dimanage dengan baik akan menyebabkan deforestasi. Sebaliknya apabila kita bisa memanage dengan baik itu tidak apa-apa, sehingga perlu ditanam dengan baik dan dilestarikan,” ujar Herry.
Ia menambahkan, kehadiran European Union Deforestation Regulation (EUDR) memiliki peran perdagangan global yang diharapkan bisa ikut mendorong kelestarian dan keberlanjutan dari hutan. Di Indonesia, perdagangan global dari sektor sawit mampu mengekspor sekitar USS 30 milyar atau sekitar Rp.400 triliun, sehingga kondisi tersebut harus dipertahankan.
Namun demikian, berdasarkan regulasi internasional, EUDR mensyaratkan bahwa ekspor sawit dan kopi tidak boleh terkait dengan deforestasi. Lahirnya aturan tersebut diantaranya untuk melindungi kawasan hutan dari tindakan ilegal. Sebagai contoh, kopi dan Sawit yang sebagian besar ada di kawasan hutan.
“Saat ini, sekitar 3,7 hektar Sawit berada di kawasan hutan. Ini tentunya tidak boleh terjadi, harus diselesaikan dan diperbaiki. Maka kita mendorong pemerintah kita untuk memperbaiki sektor perdagangan dari komoditas tersebut,” ungkapnya.
Sebagai langkah konkret, lanjut Herry, perlu ada pendataan pemilik sawit yang ada di kawasan hutan. Kedua, adanya permintaan EUDR untuk melacak lokasi lahan yang menghasilkan minyak goreng. “Jika Sawit itu milik rakyat, maka perlu ada penyelesaian. Tetapi kalau sawit itu punya pejabat/konglomerat, seharusnya diusir saja karena itu adalah kawasan hutan,” pungkasnya. (DBS)